Kasus Penolakan Rujukan Anak di Klinik KSH Dipo, LBH Djuang Angkat Bicara
Pati – Sebuah kasus penolakan pemberian surat rujukan oleh dokter di RS KSH Dipo, Jalan Diponegoro, Pati, pada Rabu (24/9/2025), menuai sorotan publik. Peristiwa terjadi ketika seorang bocah berusia 4,5 tahun yang sudah empat hari mengalami panas dan muntah datang bersama orang tuanya untuk berobat.
Dengan kondisi kesehatan yang belum membaik meski sudah sempat mendapat perawatan di rumah sakit yang sama, orang tua pasien meminta surat rujukan agar anak mereka dapat ditangani dokter spesialis anak. Namun, permintaan itu ditolak oleh dokter yang bertugas saat itu.
Menurut keterangan yang diterima LBH Djuang Pati, penolakan dilakukan karena aturan ketat rumah sakit dan kebijakan BPJS Kesehatan. “Kasus ini tidak termasuk kategori penyakit yang bisa diberikan rujukan ke spesialis sesuai aturan BPJS dan kebijakan rumah sakit,” ujar Direktur LBH Djuang Pati, Fathurrahman, S.Ag, SH, MH, menirukan alasan pihak rumah sakit.
Fathurrahman menilai keputusan tersebut sangat disayangkan. Ia menegaskan, prinsip utama pelayanan kesehatan adalah mengutamakan kebutuhan pasien, apalagi menyangkut anak kecil yang sedang sakit. “Seharusnya tidak ada alasan bagi tenaga medis untuk menolak pelayanan. Aturan BPJS memang penting, tetapi jangan sampai menghalangi hak pasien atas layanan kesehatan,” tegasnya.
LBH Djuang Pati memastikan akan mengawal kasus ini hingga tuntas, termasuk meminta klarifikasi dari BPJS Kesehatan dan pihak RS KSH Dipo. Jika tidak ada penyelesaian yang memuaskan, LBH tidak menutup kemungkinan melaporkan kasus ini ke Dinas Kesehatan Kabupaten Pati.
Peristiwa ini menambah panjang daftar keluhan masyarakat terkait sistem rujukan BPJS Kesehatan yang kerap dianggap birokratis dan membatasi akses pasien. Publik berharap pemerintah meninjau ulang aturan agar fleksibilitas pemberian rujukan lebih berpihak pada pasien, terutama anak-anak.
“Kasus di RS KSH Dipo ini menjadi pengingat bahwa hak pasien atas layanan kesehatan harus tetap dijunjung tinggi. Meski ada aturan BPJS maupun kebijakan internal, kepentingan pasien seharusnya menjadi prioritas,” pungkas Fathurrahman.