Kenaikan PBB 250% Bukan Harga Mati, Pemerintah Harus Dengarkan Suara Rakyat: Tanggapan terhadap pernyataan PLT Sekda pati.


 

Pernyataan Plt Sekda Pati, Riyoso, yang menegaskan bahwa kebijakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga 250% adalah keputusan final dan tidak mungkin diturunkan, layak untuk ditanggapi secara kritis. Sikap yang disampaikan tersebut seolah mencerminkan bahwa keputusan ini adalah “harga mati” dan tidak membuka ruang evaluasi substantif, meskipun ada gelombang penolakan dari masyarakat.

Pertama, dalam negara demokratis yang sehat, kebijakan publik idealnya bersifat dinamis dan adaptif terhadap kondisi masyarakat, bukan kaku dan menutup ruang kompromi. Terlebih lagi, jika kenaikan PBB sebesar itu dirasa tidak proporsional oleh sebagian besar masyarakat, maka pemerintah seharusnya tidak sekadar membuka ruang pengajuan keringanan individu, melainkan juga mempertimbangkan peninjauan ulang secara kolektif dan struktural terhadap kebijakan tersebut.

Kedua, membenarkan kenaikan PBB yang drastis atas nama pembangunan jalan dan infrastruktur, tanpa transparansi perhitungan dan peta prioritas pembangunan, justru berpotensi memunculkan krisis kepercayaan publik. Tidak cukup hanya membandingkan PBB Pati dengan daerah lain, sebab konteks sosial-ekonomi, kondisi lahan, serta kapasitas fiskal warga Pati tidak bisa disamakan begitu saja.

Ketiga, menyatakan bahwa permintaan penurunan pajak “tidak mungkin” dilakukan, bertentangan dengan semangat pelayanan publik yang partisipatif. Pemerintah seharusnya menjadi pelayan rakyat, bukan penguasa kebijakan yang tidak bisa diganggu gugat. Kalimat tersebut menunjukkan resistensi terhadap aspirasi masyarakat, dan bisa dianggap sebagai bentuk arogansi kebijakan yang tidak sejalan dengan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).

Oleh karena itu, alih-alih mempertahankan kebijakan ini secara mati-matian, Pemerintah Kabupaten Pati sebaiknya membuka ruang dialog yang lebih luas, melibatkan para akademisi, tokoh masyarakat, pelaku usaha kecil, dan elemen warga terdampak untuk bersama-sama mengkaji kembali kebijakan ini secara lebih rasional dan manusiawi.

Harapan kami, Pemerintah Kabupaten Pati bisa lebih membuka diri, lebih mendengar, dan lebih berpihak pada suara masyarakat. Kebijakan pajak tidak boleh hanya dilihat dari sisi target pendapatan daerah, tetapi juga harus mempertimbangkan beban riil yang dirasakan rakyat. Ketika suara rakyat makin nyaring, maka sudah semestinya pemerintah tidak hanya mendengar, tapi juga mengambl sikap atas realitas yang ada.

 

ALI ACHMADI, Pemerhati masalah sosial, tinggal di Pati.

 


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama