Telaah tekstologi pada manuskrip mushaf
Al-Qur’an dari kertas kuno di Museum Jenang (Gusjigang)
Mahasiswa UIN Sunan Kudus
Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
Moh. Saifun Nizar (2330110103), Nadia
Qothrunnada (2330110106), M. Najih Shobihi (2330110108)
Menurut UU No 43 tahun 2007 Pasal 4 “Manuskrip (naskah kuno) adalah
semua dokumen tertulis yang tidak dicetak atau tidak diperbanyak dengan cara
lain, baik yang berada didalam negeri maupun diluar negeri yang berumur
sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, dan yang mempunyai nilai penting bagi
kebudayaan nasional, Sejarah, dan ilmu pengetahuan”. Umumnya
manuskrip-manuskrip yang ada di Indonesia secara fisik sudah mengalami
kemusnahan yang diperkirakan akibat dari kecerobohan manusia atau karena
usianya yang sudah tua.[1] Namun,
terdapat beberapa manuskrip yang kemungkinan berjumlah 20 item yang tersimpan rapi
di Museum Jenang (Gusjigang) yang tepatnya berada di Jalan Sunan Muria Nomor
33, Desa Glentengan, Kecamatan Kota Kabupaten Kudus dengan kondisi fisik yang
masih baik dan jelas tulisan naskahnya, serta tersimpan dalam kaca etalase dan
terjaga dengan baik.
Manuskrip-manuskrip tersebut beli
pada tahun 2018 dari kolektor diberbagai daerah ataupun milik perorangan yang
ditulis diberbagai media, seperti daun lontar, kertas kuno, serta kulit sapi,
dll. Ada salah satu manuskrip yang kami amati dan gali lebih dalam dari museum
tersebut yang tertulis di kertas kuno, namun sayangnya dari pihak penjaga
museum mempunyai keterbatasan informasi karena manuskrip yang kami amati
tersebut hasil dari beli online, tepatnya yaitu dari seorang kolektor
Banyuwangi, yang hanya mendapatkan informasi berat manuskrip saja yaitu 7,5 Kg.
Selain informasi itu, kami mendapatkan informasi manuskip tersebut dengan cara
pengamatan mandiri yaitu dari aspek tekstologinya yang berfokus pada isi teks
pada naskah.
Berikut tinjauan-tinjauan tekstologi
pada manuskrip ini:
1. Scholia
Scholia merupakan suatu penjelasan yang ditulis di setiap
halaman, yang berisi catatan lain yang membahas isu yang serupa dari sebuah
teks. Biasanya adanya scholia dimanfaatkan untuk menunjukkan maqra’, permulaan
juz, dan untuk melakukan koreksi. Sayangnya, dalam manuskrip mushaf Al-Qur’an
yang kami amati ini tidak terdapat tanda scholia yang menjadikan kurangnya
pemahaman si pembaca, berikut gambaran manuskrip yang diambil dari akhir Surah
Al-Isra’ dan awal Surah Al-Kahfi:
2. Tanda baca
Tanda baca (Shakl)
pada manuskrip mushaf Al-Qur’an ini secara garis besar sama dengan
mushaf-mushaf Al-Qur’an pada umumnya. Diantaranya yaitu: Fathah, Kasrah,
Dhammah, Fathahtain, Kasrahtain, Dhammahtain, Sukun, Tasydid, Fathah
bergelombang, dan fathah qo’imah.
3. Simbol
Untuk simbol dalam manuskrip mushaf Al-Qur’an ini tidak terlalu banyak, kami hanya menemukan dua simbol yaitu:
4. Teks yang korup (salah)
Korup yang terdapat dalam manuskrip mushaf Al-Qur’an ini berupa kesalahan dalam menulis kalimat, kata, huruf, atau harakat.
Temuan korup seperti ini terjadi
diindikatori oleh dua kemungkinan, diantaranya: Pertama, murni karena
khilafnya si penulis, Kedua, perbedaan qira’at pada lafadz terkait.
5. Rasm
Dalam manuskrip mushaf Al-Qur’an ini, menggunakan Rasm Ustmani karena, penulisannya disesuaikan dengan kaidah 6 yaitu: kaidah hadzf (penghapusan), ziyadah (penambahan), hamzah (penulisan ha’), badal (pengganti), fash (penyambungan), dan wasl (pemisahan). Diantara lafadz yang menunjukkan bahwa menggunakan Rasm Usmani, yaitu:
6. Qira’at
Dalam usaha untuk mengetahui
qira’at yang digunakan dalam manuskrip Al-quran yang kami teliti,kami meniliti
melalui ayat-ayat pada Al-quran tersebut. untuk mengetahui qira’at yang
digunakan dalam mauskrip Al-quran yang kami teliti kita akan menampilkan
contoh Qs.an-Nas yang ada dalam manuskrip Al-quran di
museum Jenang (Gusjigang).
Dari contoh Qs.an-Nas di atas kami dapat
menyimpulkan bahwa qiro’at yang digunakan dalam penulisan manuskrip ini
menggnakan qiro’at Imam ‘Ashim riwayat Imam Hafs. Kesimpulan
tersebut didasari beberapa alasan; Pertama, tidak ada keterangan
mengenai penulis manuskrip tersebut yang menguasai tujuh qirā’at. Kedua,
jumlah ayat atau kata yang corrupt lebih sedikit dibandingkan dengan ayat yang
tidak corrupt, sedangkan ayat atau lafal yang tidak korup menggunakan qira’at
Imam ‘Ashim. Jadi, menurut pandangan kami yang minimnya data tentang riwayat
penulis manuskrip tersebut,maka kami menyimpulkan qira’at yang digunkan
manuskrip diatas dengan cara kami memahami dan meneliti lebih detail contoh
Qs.an-Nas di atas.
[1] Nur Said, “Meneguhkan Islam Harmoni Melalui Pendekatan
Filologi,” FIKRAH 4, no. 2 (7 Maret 2017): 200,
https://doi.org/10.21043/fikrah.v4i2.2084.